Anggota Komisi I DPR RI: Duterte Tegas dan Tidak Pandang Bulu Berantas Narkoba
Anggota Komisi I DPR RI angkat bicara soal penangkapan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). Duterte dinilai tegas memberantas narkoba dan wujud penegakan hukum.
Pandangan itu disampaikan dua anggota Komisi I DPR RI, Slamet Riyadi dan Oleh Soleh. "Tindakan pemberantasan narkoba itu wujud penegakan hukum," kata Slamet, Selasa (18/3/2025).
Oleh menekankan, negara memang perlu mengambil tindakan tegas dalam memerangi kejahatan narkoba.
"Tentunya ini bagian dari sikap atau contoh bahwasanya komitmen terhadap pemberantasan narkoba atau pemberantasan yang lainnya ini cukup serius dan tegas," kata dia.
Menurut Oleh, setiap negara berhak mengambil kebijakan tegas terhadap pemberantasan narkoba. "Pada dasarnya pemberlakuan adalah konsisten dan tegas. Sehingga tujuan negara tercapai. Tegas di sini tidak pandang bulu. Tegak lurus sesuai dengan aturan yang berlaku," sebut politisi PKB itu.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Firman Subagyo mengatakan, narkoba adalah isu global. "Ketika sebuah negara terancam maraknya narkoba dan akan merusak narkoba maka kedaulatan negara ditegakkan," ujarnya.
Ia tidak sepakat dengan pendapat bahwa pengedar narkoba tidak boleh dihukum mati atau dieksekusi. Baginya, hukuman mati wujud ketegasan melawan para perusak masyarakat itu.
Ia juga menekankan, setiap negara punya kedaulatan untuk menjalankan hukumnya. Kalau ada lembaga di luar negeri mau merintangi upaya penegakan hukum, maka suatu negara harus menegakkan kedaulatannya.
Pakar hukum internasional memandang unsur politis lebih kental dibandingkan unsur hukum dalam kasus Rodrigo Duterte. Penangkapannya lebih dilandasi kepentingan politik dari pemerintah yang berkuasa.
"Harus dipahami, kasus ini tidak terlepas dari masalah politik di Filipina. Marcos berkonflik dengan Duterte," kata Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
Ia mengingatkan, Filipina bukan negara pihak dalam Mahkamah Kriminal Internasional atau International Court of Justice (ICC). Filipina di masa pemerintahan Duterte memutuskan keluar dari ICC. "Ini ada pertanyaan soal kompetensi ICC untuk menangani kasus ini," kata dia.
Di negara lain non-anggota ICC, pemerintah dan aparatnya mengabaikan perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC. Di Filipina, Ferdinand Marcos Jr memanfaatkan perintah itu untuk mengalahkan Keluarga Duterte yang merupakan pesaingnya.
Apalagi, kasus yang menjadi dasar penangkapan juga memicu pertanyaan lain. Keputusan Duterte mengeksekusi anggota sindikat narkoba diapresiasi banyak pihak. "Bisa menyelamatkan banyak generasi muda dari jeratan kecanduan narkoba," kata Hikmahanto.
Hikmahanto juga mencontohkan soal Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Meski sudah ada perintah penangkapan, Netanyahu tetap bebas. Malah Amerika Serikat mengancam ICC kalau berani menangkap Netanyahu. "Jadi, ini bukan soal hukum saja," ujarnya.
Terkait dengan itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Diponegoro Eddy Pratomo mengatakan, ada tantangan pada ICC. "Apakah kasus yang terjadi pada Duterte dapat diterapkan secara adil pada pemimpin dunia lain yang diduga telah melakukan pelanggaran pidana internasional seperti Netanyahu?" kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila itu.
Kegagalan menjawab pertanyaan itu akan semakin menguatkan dugaan ICC bias terhadap negara tertentu. ICC dipandang jadi alat sekelompok negara untuk mengacau atau menekan negara lain.
(责任编辑:时尚)
- ·Panitia SNPMB 2025 Akui Salah Pasang Foto Joki UTBK Jadi Peserta Jujur: Human Error
- ·Daikin Buka Pabrik Baru di Indonesia, Kemenperin Optimis Industri Elektronik Akan Meningkat Positif
- ·BPOM Turun Gunung, Selidiki Kasus Keracunan MBG di SPPG Bosowa Bina Insani
- ·Jangan Asal Pamer Boarding Pass Pesawat, Ada 5 Bahaya yang Mengintai
- ·Malaysia Bidik 45 Juta Turis Asing pada 2025, Indonesia Cuma 16 Juta
- ·Tips untuk Penumpang Saat Naik Pesawat: Pakai Baju Warna Merah
- ·Korea Selatan Sebut Tak Mudah Membujuk Trump, Beragam Isu Dibawa
- ·VIDEO: Gemerlap Dandyism ala Kulit Hitam dalam Met Gala 2025
- ·Prabowo Tegaskan Pemerintahannya Tak Anti Kritik
- ·Wamen ESDM Yakini Produksi Perdana Lapangan Migas di Natuna Bisa Perkuat Ketahanan Energi Nasional
- ·Segera Menuju Swiss, Inilah Sejumlah Topik Utama Negosiasi Dagang China
- ·Ditetapkan Sebagai Tersangka TPPU, Aset Zarof Ricar akan Diblokir!
- ·Resep Panjang Umur dan Bahagia, Hindari 8 Makanan Ini di Usia 50 Tahun
- ·Segera Menuju Swiss, Inilah Sejumlah Topik Utama Negosiasi Dagang China
- ·Puan Minta Penjelasan Soal Pengaman TNI Jaga Kejaksaan: Biar Tidak Timbulkan Fitnah
- ·Daikin Buka Pabrik Baru di Indonesia, Kemenperin Optimis Industri Elektronik Akan Meningkat Positif
- ·Prabowo Tegaskan Pemerintahannya Tak Anti Kritik
- ·Korea Selatan Sebut Tak Mudah Membujuk Trump, Beragam Isu Dibawa
- ·Berantas Percaloan Perekrutan Tenaga Kerja, Kemnaker Lakukan Hal Ini
- ·BI Dukung Jakarta Jadi Kota Global